Pada tahun 1967, tahun dimana Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi politik yang sangat berat, saat itu terjadi sanering mata uang Indonesia dari Rp. 1.000,- dipotong menjadi Rp.1,- Bahan pangan, terutama beras langka diseluruh pelosok tanah air. Indonesia mengalami kebangkrutan dan rakyat kelaparan di mana-mana. Di tengah sulitnya keadaan Indonesia pada saat itu, tepat pertengahan tahun 1967 ada sebuah kisah inspiratif terkait dengan orang tua dari Gubernur DKI Jakarta saat ini.
Pada pertengahan tahun 1967 rumah Tjoeng Kiem Nam yang merupakan Papanya Pak Ahok yang berada di Gantong, Belitung Timur, Babel, kedatangan tamu, dan tamu itu pun curhat kepada Kim Nam bahwa dia, istri dan 2 anaknya sudah dua hari ini belum makan, karena tidak mampu membeli beras. Kim Nam yang pada saat itu seorang pengusaha tambang timah, paling kaya di desanya, memiliki seorang bayi yang masih bayi, Pak Ahok yang sudah menjadi Gubernur DKI Jakarta saat ini. Maka, pada saat mega krisis saat itu, banyak tetangga meminta bantuan padanya. salah satunya tamu itu.
"Tolonglah saya, kami sekeluarga belum makan, Tuan. Kalau saya dan istri bisa tahan. Tapi, anak-anak menangis seharian." Kata tamu. Kim Nam langsung menyahut : "Kami punya dua kaleng beras. Bapak bawa pulang satu ya..."
Istri Kim Nam, Boen Nien Tjauw(Buniarti Ningsih) yang ada disitu pun kaget, DIa mendengar ucapan Kim yang mengatakan bawa pulang satu. itu berarti satu kaleng isi sekitar 10Kg berat, dan itu separohnya dari persediaan keluarga yang mereka miliki saat itu.
Ketika Kim Nam dan istrinya masuk kedalam rumah yang besar itu, Buniarti berdebat dengan suaminya: "Gimana sih Papa? Beras ngak ada dimana-mana, kita nanti makan apa, Pa?" "Kita masih punya satu kaleng kan, Ma?" "Ya.. tapi kalau habis gimana? Ahok sekarang sudah makan bubur lho pa..." "Keluarga tamu itu kelaparan ma, masa kita tega...?" "Aku cuma mikirin Ahok pa... kalau dia kelaparan gimana?" "Anaknya tamu itu ada dua, kelaparan, sedangkan kita berkecukupan. Ayo... kita bantu, soal makanan kita, aku jamin, aku bisa cari lagi. Percayalah." Buniarti tidak menbantah lagi. Dan saat itu Kim Nam kesulitan mencari lokasi penyimpanan dua kaleng beras tersebut di tempat biasa. "Loh... berasnya dimana, Ma?" Buniarti tidak langsung menjawab, tapi dia berjalan menuju ke kamar. "Kusimpan di kamar. Soalnya papa suka ngasih-ngasih ke orang."
Kim Nam tertawa melihat istrinya jalan masuk kamar. Dia segera berlari menyusul dan disudut kamarnya yang luas, didapati dua kaleng beras itu. Kim Nam mengangkat satu dan membawanya keluar. Saat suami-istri ini berjalan menuju ruang tamu, Kim Nam berhenti dan berkata kepada istrinya: "Ini nanti kita serahkan semua kepadanya. yang menyerahkan mama, ya..." "Papa saja, papa kan kepala rumah tangga."- Kata Buniarti kaget. "Ngak, mama saja. artinya sumbangan ini dari mama," - Kata Kim Nam sambil membopong sekaleng berasnya.
Akhirnya sekaleng beras itu diserahkan kepada tamu, dan Buniarti yang bicara dan memberikannya itu kepada tamu, sedangkan Kim Nam menyaksikan di belakang istrinya. Si Tamu, langsung bergerak dan hendak sujud di depan Buniarti. Namun, dengan cepatnya Buniarti mencegah menegakkan kembali tubuh tamu, dan berkata: "Jangan merasa rendah. Kondisi yang membuat kita semua kesulitan begini" kata Buniarti. Setelah berkali-kali berterima kasih, dan tamu itu pulang menggendong sekaleng beras itu.
Dari kisah Inspirasi di atas, maka menjadi tidak aneh ketika melihat Pak Ahok yang begitu merakyat tanpa memandang Suku, Agama dan Ras dalam memimpin jakarta. Beliau bahkan rela dicaci maki dan dianggap melanggar HAM demi menjaga kepentingan rakyat yang lebih luas. Keinginan untuk memberikan keadilan sosial bagi rakyat Jakarta memang masih butuh proses panjang, masih membutuhkan kerja keras dari Beliau.
Secangkir Teh Hangat untuk kita semua..Kiranya kisah Inspirasi ini bisa menginspirasi kita semua, apa yang ditabur orang tua sehingga bisa menghasilkan sosok Pak Ahok yang tegas dan merakyat.
Syalom...
Referensi dari : "Tionghoa Keturunganku, Indonesia Negeriku, Membangun Bangsa Tujuanku"